2.1.1
Pengertian
PCL
Konsep
jenis-jenis pembelajaran memiliki akar di dalam Teori Howard Gardner (Kurniawan,
2008: 19) bahwa, “Mengenai Intelegensi ganda
yang menantang para pendidik untuk memperluas konsep mereka mengeni kemampuan
siswa dan bagaimana mereka akan terangsang dalam mengembangkan kemampuannya”.
Mengidentifikasi
lima kategori jenis atau gaya pembelajaran, yaitu reaksi pada lingkungan
ruangan kelas, emosionalitas yang dimilki anak, sosiologis (hubungan dengan
masyarakat), pelajaran yang disukai, karakteristik psikologis, dan menghadapi
analisis global.
Memperhatikan
lima kategori tersebut bisa dilihat pada Problem
Centered Learning (PCL). Pembelajaran yang menerapkan PCL merupakan
pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan partisipasi dalam belajar
dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar
yang potensial. Menurut Jakubowski (Kurniawan, 2008: 19) bahwa, “PCL melibatkan
siswa dalam akivitas-aktivitas yang potensial untuk menstimulasi siswa dalam
berpikir dan membuat pengertian konsep matematika dengan cara mereka sendiri”. PCL
ini awalnya dikembangkan pada tahun 1986 disekolah dasar dan pada saat itu
pendekatan ini disebut dengan Problem
Centered Mathematics atau Prblem
Centered Classroom, kemudian pada awal tahun 90-an Wheatley mengembangkan
pendekatan ini di sekolah menengah dan disebut PCL.
Untuk
menciptakan suatu kelas yang efektif, guru
harus mendesain pengalaman yang memungkinkan para siswa dapat mencapai
tujuan yang sudah direncanakan dan harus mengantarkan siswa sehingga siswa
dapat belajar dari pengalaman tersebut. Pengalaman ini harus ditemukan pada
saat proses di mana para siswa mengembangkan pemahaman matematika. Para siswa
mengembangkan pemahaman matematika ketika mereka diminta untuk memunculkan
pengetahuan baru dengan cara mempertimbangkan, menciptakan dan berargumen
tentang matematika.
Para siswa harus
mengalami permasalahan yang memerlukan penggunaan pengetahuan yang fleksibel
bukan sekedar pekerjaan matematika yang rutin saja. Pertanyaan yang diarahkan
dan dipusatkan harus memberikan tantangan bagi para siswa untuk menggunakan
berbagai strategi. Para siswa harus meneliti permasalahan, menentukan informasi
apa yang diperlukan untukk memecahkannya, dan merancang solusi. Untuk hal itu
sudah seharusnya guru melibatkan semua siswa sehingga siswa ada kemungkinan
terjadinya pengembangan-pengembanagan yang boleh jadi akan mendorong para siswa
mengerahkan seluruh kemampuannya sehingga pembelajaran menjadi optimal. Guru di
sini berperan sebagai pelatih yang memudahkan penyelidikan siswa terhadap
masaah itu atau dengan kata lain guru berperan sebagai fasilitator.
Terkait peran
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran, maka soal yang akan diberikan
kepada siswa harus lebih dari soal rutin sehingga peran guru di sini akan
benar-benar optimal. Hal ini tidak biasa dipandang sebagai suatu pengayaan
pengajaran dikelas, tetapi lebih menjadi suatu tujuan yang penting. Pemecahan
masalah harus dipandang sebagai suatu prosedur yang penting untuk menuju kepada
pemahaman matematika. Melibatkan pra siswa di dalam pembelajaran berpusat pada
masalah akan memberikan kemungkinan bagi para siswa akan mengembangkan
kemampuan itu untuk itu menyelesaikan dan memilih bermacam-macam strategi yang
cocok untuk merancang solusi. PCL menciptakan suatu model dengan situasi di
mana siswa biasa menjadi pemikir dan sibuk dengan penyelidikan untuk
menciptakan solusi.
2.1.2
Aktivitas
dalam PCL
Menurut Von (Kurniawan,
2008: 20) bahwa, “Inspirasi teoritis untuk sebuah lingkungan PCL adalah
konstruktivisme”. Jakubowski (Kurniawan, 2008: 20) berpendapat bahwa, “PCL
merupakan pendekatan pembelajaran yang memfokuskan kemampuan siswa untuk
mengkonstruksi pengertian yang dimilikinya terhadap konsep-konsep matematika”.
Selain itu Whetley (Kurniawan, 2008: 20) berpendapat bahwa, “Tujuan dari PCL
adalah mengkonstruksi pengetahuan siswa yaitu siswa dapat menjelaskan dan
memberi alasan, mempunyai kekonsistenan, dapat merefleksikan dan menanamkan ke
dalam pengetahuan lain”.
Menurut Wheatley
(Kurniawan, 2008: 21) menyatakan bahwa, PCL melibatkan tiga komponen, yaitu sebagai
berikut.
1. Mengejakan
tugas. Pertama-tama guru menyiapkan kelas, kemudian menugakan siswa untuk
mengerjakan tugas. Guru harus memilih tugas-tugas yang menantang, tetapi para
siswa tidak ditunjukkan prosedur-prosedur khusus untuk memecahakan soal-soal
yang menantang. Berikut ini salah satu contoh soal yang dapat menantang :
Sebuah
katak berada di dasar sebuah galian tanah sedalam 3 m. setiap hari katak itu
melompat ke atas setinggi 90 cm dan malamnya turun 60 cm. dalam berapa hari
katak tersebut dapat keluar dari lubang galian tersebut?
2. Kegiatan
kelompok. Guru mengkondisikan siswa untuk melanjutkan kegiatan kelompok.
Langkah kedua ini guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil
berdasarkan kemampuan siswa, di sini siswa diharuskan melakukan kolaborasi
dalam aktivitas kelompok untuk menemukan pemecahan dari masalah dari hasil
pemikiran meraka sendiri.
3. Berbagi
(sharing). Pada langkah terakhir ini, semua siswa disatukan menjadi diskusi
kelas. Seluruh anggota dari setiap kelompok bersama-sama berbagi strategi jalan
keluar atau solusi yang berbeda. Di sini peran guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan setiap uasaha dibuat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya
bersifat mendorong.
Dengan
demikian, inti dari PCL adalah upaya siswa dapat melakukan negosiasi dengan
dirinya sendiri, dengan temannya, ataupun dengan gurunya. Negosiasi ini berarti
adanya interaksi/komunikasi, baik itu dengan diri sendiri, dengan temannya,
maupun dengan gurunya dalam memecahkan suatu masalah. Seperti halnya seluruh
teori ilmiah bernegosiasi antara para ahli. Siswa-siswa juga dapat memperoleh
makna-makna matematik.
Pada saat siswa mengerjakan tugas
mereka berarti sedang melakukan negosiasi dengan dirinya sendiri. Lain halnya
dengan kegiatan diskusi. Pada saat kegiatan diskusi guru harus berperan sebagai
fasilitator agar kegiatan ini berlangsung denga baik. Selain itu, siswa diberi
keleluasan untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri agar diperoleh solusi
berdasarkan pemikiran sendiri.
Dilakukannya kerja kelompok dan
diskusi kelas (sharing) dalam PCL berarti siswa dapat memperdalam
permasalahannya suatu konsep. Menurut Turmudi (Kholis, 2007: 9) bahwa, “Bekerja
kelompok dapat mengurangi salah konsep yang diperbuat siswa”. Kesalahan konsep
ini dapat membuat siswa mengalami kesalahan dalam merencanakan solusi dari
masalah (soal) yang diberikan dan juga dapat mengakibatkan jawabannya tidak
sesuai dengan yang harapkan. Selain itu menurut Marsigit, dkk. (Nuryati, 2000: 11)
bahwa, “Kerja kelompok juga dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk
berpikir dan menemukan pendekatan yang berbeda, melatih siswa menerima pendapat
orang lain”.
PCL didesain oleh Wheatley untuk
memfasilitasi keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar dengan mendorong
mereka.
1. Menemukan
cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah,
2. Saling
bertukar pandangan yang tidak hanya memperkuat jawaban-jawaban yang benar saja,
3. Untuk
berpikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung alat tulis.
Keunggulan
PCL
Sasaran dari PCL
adalah penyelidikan dan pemecahan masalah. Jakubowski (Kurniawan, 2008: 22)
membuat beberapa ciri khusus PCL sebagai aktivitas pembelajaran yang menekankan
belajar melalui penelitian atau pemecahan masalah di dalam kelas yang memiliki
beberapa keunggulan, adalah sebagai berikut.
1. PCL
memfokuskan aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa
selalu berusaha memecahkan masalah tersebut.
2. PCL
memfokuskan pada pentingnya komunikasi dalam pembelajaran kaena semua aktivitas
dilakukan oleh siswa-siswa yang bekerja dalam kelompok secara kooperatif dan
kolaboratif.
3. PCL
ini memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahan
masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil eksperimen yang
benar atau jawaban yang benar terhadap pertanyaan masalah semata.
4. PCL
mengembangakan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan atau menerapkan
matematika ketika mereka menghadapi situasi-siuasi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme
PCL
Menurut Wheatley
(Kurniawan, 2008: 23) bahwa, “Mekanisme PCL menerapakan tiga metode belajar
yaitu, cooperative learning,
collaborative dan tutorial learning karena PCL yang dikembangkan merupakan
pembelajaran yang mengutamakan aktivitas pemecahan masalah matemaika”. PCL ini
meliputi mengerjakan tugas, belajar kelompok kecil, dan sharing yang
mendiskusikan agar pembelajaran yang dilakukan guru didalam kelas lebih
ditekankan terhadap proses mengkonstruksi konsep oleh siswa berdasarkan
pengertiannya sendiri.
Cooperatif
Learning adalah kegiatan siswa dikumpulkan dalam
satu kelompok. Collaboratif Learning adalah
kegiatan siswa saling memberi ide dalam kelompok untuk satu tujuan yang sama.
Selanjutnya siswa meengkonstruksinya menjadi pengetahuan baru, jadi konsep baru
tidak diberitahukan. Sedangkan Tutorial
Learning berarti siswa bekerjasama dengan orang lain untuk belajar, Collaboratif Learning berarti peran
serta individu dalam belajar dan Tutorial
Learning berarti saling mengajarkan.
gan ada buku sumber nya tidak?
ReplyDeleteada... dari skripsi...
ReplyDelete