Ausubel
(dalam Pramudiani, 2007: 19) menyatakan: “Belajar bermakna merupakan suatu
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang”.
Untuk membuat matematika menjadi bermakna dan bermanfaat bagi siswa,
maka diperlukan sebuah landasan untuk membangun kembali semua aspek
pembelajaran matematika, seperti: bahan-bahan kurikulum, lingkungan atau tempat
pembelajaran, tanggung jawab guru, dan metode untuk menilai pemahaman
matematika. Pernyataan tersebut di ungkapkan oleh Posamentier dan Stepelman
(dalam Pramudiani, 2007: 19).
Selain dari hal yang disebutkan di atas, upaya untuk membuat pembelajaran matematika menjadi bermakna adalah dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk membuat bahan ajar dan mengonstruksi soal-soal sendiri, sehingga diharapkan mereka dapat belajar dari pengalaman dan dapat mengingat materi yang dipelajari dalam waktu yang sangat panjang.
Sesuatu
dikatakan bermakna jika berada pada tempatnya. Hamalik (dalam Pramudiani, 1997:
20) menyatakan,
Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian, bagian-bagian
terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka
keseluruhan tersebut. Ini berarti keseluruhan yang memberikan makna terhadap
suatu bagian, misalnya sebuah ban mobil hanya bermakna jika menjadi bagian dari
mobil, yakni sebagai roda, sebuah papan tulis hanya bermakna jika berada dalam
kelas, sebatang kayu hanya bermakna sebagai sebagai tiang bila menjadi salah
satu bagian pada sebuah rumah.
Dengan
kata lain pembelajaran matematika akan bermakna jika menjadi bagian dari
kebutuhan siswa. Sehingga, jika pembelajaran matematika telah bermakna di mata
siswa, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi
matematikanya.
Madjid
(dalam Pramudiani, 2007: 21) mengemukakan bahwa model pembelajaran bermakna
adalah pola (pattern) atau kerangka kerja (frame work) yang
dibangun secara konseptual, memiliki karakteristik khusus, dan berpijak pada
psikologi kognitif-konstruktif untuk mewujudkan pembelajaran yang
bermakna dan efektif. Untuk selanjutnya model pembelajaran bermakna yang
dikembangkan oleh Madjid (dalam Pramudiani, 2007: 21) tersebut dinamakan The Meaningfull Instructional Design Model (The MID-Model) yang memiliki
beberapa fase, hasil dari adaptasi dengan Model 4Mat system pada
pembelajaran bahasa. Desain The MID-Model ini terdiri atas
beberapa komponen, yaitu: (1) tujuan, (2) materi / bahan ajar, (3) sumber
belajar, dan (4) prosedur, yaitu: “(a) lead individu (b) Reconstruction,
dan (c) Production” serta (5) Evaluasi. Secara skematik, prosedur dapat
digambarkan sebagai berikut.
Desain
The-MID Model
Model
ini dipilih menjadi alternatif pembelajaran matematika agar pembelajaran
matematika menjadi lebih menarik dan penuh makna sehingga siswa dapat merasakan
manfaat mempelajari matematika dan akan lebih mudah menguasai konsep-konsep
matematika karena dikaitkan dengan struktur kognitif siswa itu sendiri.
Adapun
penjelasan mengenai prosedur di atas diadaptasi dari Madjid (dalam Pramudiani,
2007: 22), sebagai berikut.
a.
Lead
In
Secara
umum konsep Lead In sama dengan Concrete Experience dalam arti
keduanya mencoba mengaitkan skemata siswa pada awal pembelajaran dengan
konsep-konsep, fakta, dan atau informasi yang akan dipelajari. Kegiatan itu
dilakukan guru melalui: (1) penciptaan situasi dalam bentuk kegiatan yang
terkait dengan pengalaman siap siswa; (2) pertanyaan atau tugas-tugas agar
siswa merefleksi dan menganalisis pengalaman-pengalaman masa tertentu masa
lalu, dan; (3) pertanyaan perihal konsep-konsep, ide dan informasi tertentu
walaupun hal-hal tersebut belum diketahui oleh siswa.
b.
Reconstruction
Reconstruction adalah
sebuah fase yang di dalamnya guru memfasilitasi dan memediasi pengalaman
belajar yang relevan, misalnya dengan menyajikan input berupa konsep atau
informasi melalui kegiatan menyimak dan membaca teks untuk dielaborasi,
didiskusikan, dan kemudian disimpulkan oleh siswa. Kegiatan dilakukan melalui
pemberian pertanyaan atau tugas-tugas yang mengarahkan siswa mencari, menemukan
konsep atau fakta (observation and reflection), kemudian membangun
hipotesis sementara (hypothesizing), (atau formation of abstract
concept) tentang konsep atau informasi tertentu, dan menarik kesimpulan.
Melalui refleksi/ review terdapat ruang bagi siswa menyadari perolehan baru
dibandingkan dengan pengetahuan sebelum pembelajaran. Dalam fase ini belajar
tidak hanya diarahkan pada pengembangan metacognitive strategy. Hal itu
dimungkinkan karena strategi metakognitif sangat mungkin muncul dari pengalaman
siswa mengerjakan tugas-tugas yang dimediasi guru dalam berbagai cara.
c.
Production
Production adalah
fase terakhir dari model yang dikembangkan. Kontrol kegiatan lebih bertumpu
pada siswa untuk mengekspresikan diri sendiri melalui tugas-tugas komunikatif
yang bertujuan, jelas, dan terarah. Pada fase ini terdapat mediasi guru yang
lebih terstruktur pada model yang dikembangkan.
Yang
menjadi ciri model pembelajaran bermakna (The-MID Model), yaitu: (1)
menggunakan pengalaman dan pengetahuan awal siswa untuk menerima informasi,
memproses, dan menyimpan informasi sehingga untuk dipanggil kembali (retrieval)
bilamana dibutuhkan, dan (2) mempertimbangkan materi, kompleksitas tugas-tugas
yang berhubungan dengan matematika yang melekat pada kebutuhan, minat, dan
perkembangan kognitif siswa. Dalam bentuk ”draft awal” implementasi dikemukakan
sebagai berikut.
a.
Draw
on experience and knowledge- guru
melibatkan siswa dalam kegiatan yang memanfaatkan pengalaman nyata dan
pengetahuan yang terkait dengan pengalaman dan pengetahuan baru yang diperoleh
pada kegiatan inti (fase input).
b.
Input
Stage- penyajian
input baru melalui aktivitas yang berfokus pada siswa, eksplorasi dan diskusi
dengan tugas-tugas terbimbing menyimak, membaca pemahaman melalui fasilitas dan
mediasi guru.
c.
Reinforcement
Stage- siswa
mengerjakan tugas yang bersifat replikasi relative berkenaan dengan tema dan
kompleksitas tugas dari tugas sebelumnya pada fase input; dan
d.
Application
Stage- siswa
menerapkan pengetahuan, informasi, dan atau keterampilan baru dalam memecahkan
persoalan-persoalan pedagogik atau autentik melalui tugas-tugas berbicara dan
menulis dalam kontrol siswa dan guru.
Desain
The-MID model ini secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut:
The-MID Model
|
Desain
1.
Tujuan Pembelajaran
·
Peningkatan kemampuan siswa dalam komunikasi
matematik, aktivitas serta sikap positif siswa terhadap pembelajaran
matematika.
2.
Materi Pembelajaran
·
Terkait dengan kehidupan nyata dan bermakna
bagi siswa.
3.
Sumber/ Media Belajar
·
Buku, lingkungan sosial siswa, dan multimedia
(macromedia flash).
4.
Prosedur Pembelajaran
·
Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari:
a. Fase Lade
Individu
Merefleksi pengalaman masa lalu
sebagai bahan asosiasi.
b.
Fase Reconstruction
Menerima input informasi dan
konsep matematika.
Mengembangkan pemahaman baru
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
c.
Fase Production
Menguji coba informasi dan konsep
matematika ke dalam kegiatan komunikatif.
5.
Evaluasi
Evaluasi kemampuan komunikasi
matematik, aktivitas, dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
|
Implementasi
1.
Tahap Draw on Experience and Knowledge
Mengemukakan
pengalaman dan pengetahuan siap sebagai bahan asosiasi.
2.
Tahap Input
·
Menerima input informasi dan konsep-konsep
matematika.
·
Melakukan eksplorasi melalui tugas
penyelesaian masalah matematika.
3.
Tahap Generalization and Review
·
Mengembangkan pemahaman baru melalui proses
asimilasi dan akomodasi.
·
Mereview pengetahuan sebelumnya melalui
mediasi guru
4.
Tahap Application
Menerapkan
informasi dan konsep-konsep matematika yang baru diperoleh ke dalam kegiatan
komunikatif, yaitu berdiskusi, presentasi dan masing-masing kelompok saling
menanggapi permasalahan yang sedang dipelajari.
|
Evaluasi
1.
Tujuan Evaluasi
·
Mengukur kemampuan komunikasi matematik,
aktivitas dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
·
Sebagai dasar perbaikan efektivitas
pembelajaran.
2.
Sasaran Evaluasi
·
kemampuan komunikasi matematik, aktivitas dan
sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
3.
Prosedur Evaluasi
·
Evaluasi prosaes dilakukan ketika berlangsung
pembelajaran.
·
Evaluasi hasil belajar dilakukan pada akhir
sebuah segmen pembelajaran.
4.
Alat/ Teknik Evaluasi
·
Format penilaian proses dan tes hasil
belajar.
·
Penilaian dilakukan secara holistic.
|
Adaptasi dari Madjid (dalam Pramudiani, 2007: 26)
Dari
uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik erat kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran bermakna.
Dengan mengemas pembelajaran menjadi penuh makna, maka akan melatih struktur
kognitif siswa, sehingga kemampuan
komunikasi matematik pun dapat terbentuk. Di samping itu, pembelajaran
bermakna tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik saja,
tetapi juga dapat melatih kemampuan komunikasi siswa itu sendiri, baik
komunikasi antar sisw, guru, maupun komunikasi dengan lingkungannya.
dapus kanda
ReplyDelete