Circuit leraning (belajar
memutar) dikembangkan oleh Teller (dalam De Porter, 1999: 180) seorang konsultan
pendidikan, model pembelajaran ini memuat tiga langkah berurutan.
a.
Keadaan
tenang pada saat belajar
Guru
mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran.
b.
Peta
pikiran dan catatan tulis susun
Siswa
mencatat apa yang di tulis guru di papan tulis dengan kreativitasnya
masing-masing tetapi tetap memperhatikan simbol-simbol dalam matematika serta
menuliskan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa.
Setelah
siswa memperoleh materi yang telah diberikan oleh guru, melalui metode tanya
jawab guru mengingatkan kembali hal-hal yang penting dari materi yang telah di
bahas pada setiap kali pertemuan.
Disebut
model belajar memutar karena siswa benar-benar menempuh informasi dalam pola
yang sama setiap hari. Model ini sangat menghemat waktu, karena dengan
memaksimalkan waktu dalam kelas, maka akan meminimalkan waktu belajar di rumah.
Belajar
memutar di mulai dengan keadaan pikiran yang sukses dan percaya diri.
Kebanyakan siswa mempunyai asosiasi negatif dengan ujian. Mereka takut, dan
rasa takut membuat mereka tertutup. Setelah berjam-jam belajar, mereka
menghadapi ujian dengan pikiran kosong. Bahkan murid yang paling tekun
sekalipun kadang-kadang mendapatkan kesulitan menghadapi tes. Jadi, langkah
pertama adalah menerobos keadaan negatif tersebut dan menggantinya dengan pikiran
dan perasaan yang memberdayakan. Dalam Circuit Learning ini, siswa
setiap hari mendapatkan pola belajar menambah dan mengulang.
1.
Peta
Pikiran
Peta
pikiran adalah teknik mencatat yang memanfaatkan keseluruhan otak dengan
menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan
yang lebih dalam. Pada peta pikiran siswa dapat menggambarkan konsep suatu
materi pelajaran dengan kreativitasnya sendiri baik segi bahasa maupun
simbol-simbol yang digunakan dengan memperhatikan aturan-aturan dan notasi-notasi
yang ada pada matematika. Berkaitan dengan peta pikiran sebagai teknik
mencatat, De Porter (1999: 176) menyatakan bahwa “Metode mencatat yang baik
harus membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman
terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi dan memberikan wawasan baru”.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa peta pikiran memungkinkan terjadinya semua
itu. Jadi berdasarkan pendapat di atas, maka konsep-konsep dalam matematika
dapat dituliskan dalam bentuk peta pikiran, sehingga keterkaitan antar konsep
yang satu dengan lainnya dapat terlihat.
Teknik
mencatat ini dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Tony (dalam Rokayah, 2006:
16) yang didasarkan pada begaimana cara otak sebenarnya. Otak sering kali
mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk dan
perasaan. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik
dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan
untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Berkenaan dengan ini De
Porter (dalam Rokayah, 2006: 16) mengatakan bahwa peta pikiran dapat
membangkitkan ide-ide orisinil dan memacu ingatan dengan mudah, lebih lanjut
dikatakan bahwa hal tersebut lebih mudah daripada teknik pencatatan tradisional
karena mengaktifkan kedua belahan otak dan pendekatan yang terjadi adalah
pendekatan keseluruhan otak.
Langkah-langkah
dalam membuat peta pikiran sebagai berikut.
a)
Tulis
gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran,
persegi, atau bentuk lain.
b)
Tambahkan
sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama.
Jumlah cabang-cabangnya dapat bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan atau
segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
c)
Tulislah
kata kunci pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail.
d)
Tambahkan
symbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih
baik.
e)
Gunakan
bentuk acak untuk menuntjukkan poin-poin penting.
Langkah-langkah
pembuatan peta pikiran di atas merupakan salah satu gambaran mengenai bagaimana
cara membuat peta pikiran yang baik. Adapun untuk pembuatan simbol dan
pewarnaan diserahkan pada kreativitas siswa yang bersangkutan. Bila
diperhatikan, langkah-langkah membuat peta pikiran merupakan suatu kegiatan
yang memerlukan pemikiran yang dalam. Seseorang harus benar-benar berpikir
untuk mendapatkan konsep-konsep tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa gagasan
peta pikiran dapat menolong guru untuk mengetahui konsep-konsep yang didapat
dan dimiliki siswa agar belajar bermakna berlangsung, untuk mengetahui
penguasaan konsep siswa dan untuk menolong para siswa mempelajari cara belajar.
Sunaryo
(dalam Rokayah, 2006: 18) mengatakan bahwa, “Konsep adalah sekelompok data yang
banyak memiliki ciri-ciri yang sama dan dapat dimasukkan kelompok dalam satu
nama label atau biasa disebut label konsep”. Sedangkan menurut Van De Berg
(dalam Rokayah, 2006: 18) konsep merupakan abstraksi dari cirri-ciri sesuatu
yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia
berpikir.
Konsep-konsep
dalam matematika yang berstruktur secara sistematis memerlukan tingkat
pemahaman dan penalaran yang deduktif dan sistematik. Karena terstruktur secara
sistematik, maka konsep-konsep dalam matematika saling berhubungan satu sama
lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari dan memahami suatu materi atau konsep
matematika yang baru diperlukan pemahaman atau pengetahuan awal serta pemahaman
dan penguasaan materi yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Gagne (dalam Rokayah, 2006: 18) bahwa, “Konsep dapat dipahami jika
komponen-komponen konsep tersebut merupakan konsep yang prasyaratnya telah
diketahui”. Lebih lanjut Gagne (dalam Rokayah, 2006: 18) mengatakan bahwa, “Suatu
konsep akan menjadi prasyarat untuk menguasai konsep yang lebih tinggi dan
konsep yang terakhir ini akan menjadi prasyarat pula untuk memahami konsep yang
lebih tinggi lagi dan seterusnya”.
Salah
satu penyebab tidak mampunya siswa memahami suatu pokok bahasan matematika
adalah siswa tidak mampu menghubungkan antara konsep baru dengan konsep yang
telah ia miliki. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan konsep yang
telah ada pada diri siswa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Rohayati
(dalam Rokayah, 2006: 19) bahwa, “Dalam hubungannya dengan penguasaan konsep
matematika yang penting diperhatikan adalah proses terbentuknya konsep-konsep
tersebut oleh struktur kognitif”. Tanpa dilandasi pengertian ini, tidak dapat
diharapkan konsep tersebut dapat dicerna dengan baik. Kemungkinan yang ada
adalah konsep–konsep tersebut diterima begitu saja, sehingga mendapat kesulitan
untuk dimanfaatkan pada proses selanjutnya.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan yang baik terhadap
konsep-konsep matematika, baik konsep materi prasyarat maupun konsep materi
lanjutan merupakan hal penting yang menentukan prestasi siswa. Mampu tidaknya
siswa menguasai konsep-konsep yang ada, tentunya dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Di samping faktor siswa yang biasa disebut factor internal, dipengaruhi
pula oleh faktor-faktor dari lingkungan yang biasa disebut faktor eksternal.
2.
Catatan
Tulis Susun
Catatan
merupakan bagian dari kegiatan belajar mengajar, sebab setelah guru menerangkan
materi, maka siswa pun melanjutkan dengan membuat catatan dalam bukunya
masing-masing. Sebuah catatan merupakan suatu usaha untuk menghimbau makna
ingatan. Catatan ingin mencoba menangkal ancaman yang dating dari sebuah kelupaan.
Tarigan (dalam Rokayah, 2006: 20) mengemukakan bahwa, “Jika kita telah belajar
membuat catatan dengan cermat dan teliti, maka kita tidak akan kesulitan dalam
penulisan karya yang baik”.
Hal
yang sering dialami oleh banyak orang mengenai ingatan adalah dapat mengingat
dengan baik apa yang di dengar saat itu, tetapi setelah beberapa lama mungkin
saja hal itu sudah terlupakan. Tetapi jika hal tersebut dicatat dan dipelajari
lagi/diulangi, maka akan lebih diingat. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
De porter (1999: 146), “Alasan pertama untuk mencatat adalah mencatat
meningkatkan daya ingat. Pikiran manusia yang menakjubkan yaitu pikiran anda
dapat menyimpan segala sesuatu yang anda lihat, dengar, dan rasakan”.
Dengan
anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus, tentu
ada siswa yang merasa jenuh menghadapinya. Terkadang seorang siswa yang
menyenangi matematika pun memiliki masalah yang dapat mengganggu proses
belajarnya di kelas. Akibatnya, mereka akan melamun memikirkan hal-hal di luar
pelajaran.
Amstrong
(dalam Rokayah, 2006: 21) mengatakan bahwa,
Dalam banyak ruang kelas yang telah dikunjungi, saya sering melihat
anak-anak bekerja dengan tenang, terlalu tenang dan hanya kelihatan belajar.
Dalam obsesi mereka akan keheningan, para pengurus sekolah, dan banyak orang
tua, mungkin akan tertipu mengira bahwa ada banyak pembelajaran serius yang
sedang terjadi di semua ruang kelas.
Goodlad
(dalam De Porter, 1999: 35) dari hasil penelitiannya terhadap 1000 kelas
menyatakan “Nada-nada emosional di dalam kelas-kelas ini tidak bernada keras
dan menghukum maupun bernada hangat dan penuh sukacita, mungkin penggambaran
yang paling tepat adalah datar”. Perasaan juga dapat mengganggu proses belajar.
Ketika suatu permasalahan seorang siswa menyebabkan siswa yang bersangkutan
mencapai suatu stress atau iklim eosionalnya terlalu kuat. Seorang guru perlu
memusatkan perhatian untuk secara langsung meniadakan stress itu atau menangani
sumber konflik emosionalnya tersebut.
Dengan
banyaknya rumus-rumus dalam matematika pun mungkin menimbulkan kebingungan
tersendiri bagi siswa. Sehingga siswa memerlukan strategi untuk menghadapi
ujian yang akan berlangsung.
Metode
dan pendekatan pembelajaran yang perlu diterapkan di dunia pendidikan saat ini
adalah metode dan pendekatan yang memanfaatkan kemampuan siswa secara
keseluruhan tidak sebagian-sebagian, yaitu otak kanan dan kiri, Kastiri (dalam
Rokayah, 2006: 21), sebab dari kenyataan yang ada, pembelajaran di
sekolah-sekolah pada umumnya masih bersifat monoton. De Porter (1999: 32)
menyatakan bahwa otak kiri yang biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
monoton harus diseimbangkan dengan otak kanan yang biasanya berkaitan dengan
kreativitas dan keterampilan, karena hal ini dapat menghindarkan siswa dari
rasa kejenuhan dalam belajar.
Otak
kiri biasanya mengolah informasi-informasi yang bersifat logis dan rasional
sudah sering dilatih keahliannya dalam duania pendidikan. Sedangkan otak kanan
yang biasa mengolah informasi-informasi yang bersifat acak, tidak teratur dan
intuitif belum diperhatikan. Di sekolah setiap siswa dilatih atau dituntut
untuk membuat catatan yang ditulis kalimat demi kalimat dan disusun secara
berurutan. Proses seperti ini sudah berjalan begiti lama sehingga proses untuk
mengatasinya akan sulit.
Catatan
tulis susun telah mencoba untuk mengembangkan suatu metode dalam hal pencatatan
suatu materi pelajaran, agar siswa dapat menggunakan kemampuan lamunan yang
luar biasa, yang mungkin terjadi di dalam kelas untuk memusatkan perhatian pada
tugas yang dihadapinya.
Catat
tulis susun, yaitu teknik pencatatan yang memudahkan siswa untuk menuliskan
materi-materi pelajaran pada kolom “tulis” dan sekaligus menuangkan pemikiran
pribadinya, baik ide, pertanyaan, gagasan, maupun pendapatnya mengenai
pelajaran yang diberikan pada kolom “susun” (De Porter, 1999: 160). Dalam catat
tulis-susun, siswa mencatat baik fakta dari pelajaran atau asosiasi, pikiran,
dan perasaan yang menghantarkan mereka ke dalam mentalnya. Dan ciri dari teknik
pencatatan ini adalah memudahkan siswa untuk mencatat materi pelajaran atau
pembicaraan seseorang dan sekaligus mencatat pemikiran pribadinya.
Penulisan
catatan adalah mendengarkan apa yang dibicarakan oleh seorang pembicara atau
guru seraya menuliskan poin-poin utamanya. Penyusunan catatan adalah menuliskan
pemikiran dan kesan sendiri sambil mendengarkan materi yang sedang disampaikan.
Catatan tulis-susun mampu melakukan keduanya sekaligus, mencatat informasi dan
tetap mengikuti jalan pemikiran masing-masing.
Menuliskan
materi-materi pelajaran, sekaligus menyempatkan diri untuk membuat tulisan
mengenai apa yang dipikirkan saat itu dalam satu bidang catatan akan memudahkan
mereka untuk tetap mempertahankan pusat perhatian pada pelajaran yang sedang
berlangsung. Catatan tulis-susun menerapkan pikiran sadar ataupun bawah sadar
kita terhadap materi yang sama dengan cara sadar. De Porter (1999: 160)
mengatakan bahwa,
Ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses
menuangkannya di atas kertas, pikiran
bawah sadar kita bereaksi, membuat kesan, membuat hubungan-hubungan, dan
melakukan keseluruhan pekerjaan kurang lebih secara otomatis. Catatan
tulis-susun mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini untuk mencapai hasil
yang lebih efektif.
Cara
pembuatan catatan tulis-susun ini cukup mudah dan sangat efektif. Yang
dibutuhkan adalah sebuah buku atau selembar kertas, alat tulis (pulpen atau
pensil warna), dan stabile. Langkah-langkah pembuatan catatan tulis-susun sebagai
berikut.
a)
Dalam
buku atau kertas yang tersedia, kita buat sebuah garis vertical kira-kira
sepertiga atau seperempat bagian dari sisi kolom kanan kertas (sehingga
terbentuk dua kolom, satu kolom besar dan satu kolom kecil). Kolom kiri
merupakan daerah “tulis” catatan dan kolom kanan yang lebih kecil merupakan
daerah “susun” catatan.
b)
Pada
kolom sebelah kiri, kolom “tulis” siswa menuliskan materi yang disampaikan oleh
guru ataupun ada tambahan-tambahan dari pembicaraan teman-temannya yang
berkaitan dengan materi pokok bahasan yang sedang dipelajari di kelas tersebut.
c)
Pada
kolom sebelah kanan, kolom “susun”, siswa menuliskan pemikiran-pemikiran yang
muncul di benaknya. Dapat berupa pendapat, tanggapan, pertanyaan, atau reaksi
dari apa yang didengarnya.
d)
Jika
ada pergantian topik dilakukan pergantian warna.
e)
Selain
warna, simbol-simbol pun dapat digunakan untuk membantu otak menyerap informasi
dengan efektif.
Dengan
membuat catatan tulis-susun diharapkan akan mempermudah siswa dalam mengingat
rumus-rumus serta pembuktiannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan menggunakan catatan tulis-susun ini pun, diharapkan dapat
membantu siswa dalam mengembangkan kekreatifan dan keaktifan siswa, serta
membantu untuk menyalurkan keterlibatan
emosi mereka.
Catatan
tulis susun ini memiliki beberapa manfaat (De porter, 1999: 172) di antaranya
adalah:
1)
lebih
mudah mengingat suatu objek;
2)
memusatkan
perhatian;
3)
meningkatkan
pemahaman;
4)
mencatat
penilaian tentang topic yang sedang berlangsung.
No comments:
Post a Comment