Wednesday, June 5, 2013

model Circuit Learning

Circuit leraning (belajar memutar) dikembangkan oleh Teller (dalam De Porter, 1999: 180) seorang konsultan pendidikan, model pembelajaran ini memuat tiga langkah berurutan.
a.         Keadaan tenang pada saat belajar
Guru mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran.
b.        Peta pikiran dan catatan tulis susun
Siswa mencatat apa yang di tulis guru di papan tulis dengan kreativitasnya masing-masing tetapi tetap memperhatikan simbol-simbol dalam matematika serta menuliskan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa.

c.       Menambah dan mengulang
Setelah siswa memperoleh materi yang telah diberikan oleh guru, melalui metode tanya jawab guru mengingatkan kembali hal-hal yang penting dari materi yang telah di bahas pada setiap kali pertemuan.
Disebut model belajar memutar karena siswa benar-benar menempuh informasi dalam pola yang sama setiap hari. Model ini sangat menghemat waktu, karena dengan memaksimalkan waktu dalam kelas, maka akan meminimalkan waktu belajar di rumah.
Belajar memutar di mulai dengan keadaan pikiran yang sukses dan percaya diri. Kebanyakan siswa mempunyai asosiasi negatif dengan ujian. Mereka takut, dan rasa takut membuat mereka tertutup. Setelah berjam-jam belajar, mereka menghadapi ujian dengan pikiran kosong. Bahkan murid yang paling tekun sekalipun kadang-kadang mendapatkan kesulitan menghadapi tes. Jadi, langkah pertama adalah menerobos keadaan negatif tersebut dan menggantinya dengan pikiran dan perasaan yang memberdayakan. Dalam Circuit Learning ini, siswa setiap hari mendapatkan pola belajar menambah dan mengulang.
1.      Peta Pikiran
Peta pikiran adalah teknik mencatat yang memanfaatkan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan yang lebih dalam. Pada peta pikiran siswa dapat menggambarkan konsep suatu materi pelajaran dengan kreativitasnya sendiri baik segi bahasa maupun simbol-simbol yang digunakan dengan memperhatikan aturan-aturan dan notasi-notasi yang ada pada matematika. Berkaitan dengan peta pikiran sebagai teknik mencatat, De Porter (1999: 176) menyatakan bahwa “Metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi dan memberikan wawasan baru”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa peta pikiran memungkinkan terjadinya semua itu. Jadi berdasarkan pendapat di atas, maka konsep-konsep dalam matematika dapat dituliskan dalam bentuk peta pikiran, sehingga keterkaitan antar konsep yang satu dengan lainnya dapat terlihat.
Teknik mencatat ini dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Tony (dalam Rokayah, 2006: 16) yang didasarkan pada begaimana cara otak sebenarnya. Otak sering kali mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk dan perasaan. Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Berkenaan dengan ini De Porter (dalam Rokayah, 2006: 16) mengatakan bahwa peta pikiran dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memacu ingatan dengan mudah, lebih lanjut dikatakan bahwa hal tersebut lebih mudah daripada teknik pencatatan tradisional karena mengaktifkan kedua belahan otak dan pendekatan yang terjadi adalah pendekatan keseluruhan otak.
Langkah-langkah dalam membuat peta pikiran sebagai berikut.
a)      Tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
b)      Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya dapat bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan atau segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
c)      Tulislah kata kunci pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail.
d)     Tambahkan symbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
e)      Gunakan bentuk acak untuk menuntjukkan poin-poin penting.
Langkah-langkah pembuatan peta pikiran di atas merupakan salah satu gambaran mengenai bagaimana cara membuat peta pikiran yang baik. Adapun untuk pembuatan simbol dan pewarnaan diserahkan pada kreativitas siswa yang bersangkutan. Bila diperhatikan, langkah-langkah membuat peta pikiran merupakan suatu kegiatan yang memerlukan pemikiran yang dalam. Seseorang harus benar-benar berpikir untuk mendapatkan konsep-konsep tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa gagasan peta pikiran dapat menolong guru untuk mengetahui konsep-konsep yang didapat dan dimiliki siswa agar belajar bermakna berlangsung, untuk mengetahui penguasaan konsep siswa dan untuk menolong para siswa mempelajari cara belajar.
Sunaryo (dalam Rokayah, 2006: 18) mengatakan bahwa, “Konsep adalah sekelompok data yang banyak memiliki ciri-ciri yang sama dan dapat dimasukkan kelompok dalam satu nama label atau biasa disebut label konsep”. Sedangkan menurut Van De Berg (dalam Rokayah, 2006: 18) konsep merupakan abstraksi dari cirri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir.
Konsep-konsep dalam matematika yang berstruktur secara sistematis memerlukan tingkat pemahaman dan penalaran yang deduktif dan sistematik. Karena terstruktur secara sistematik, maka konsep-konsep dalam matematika saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari dan memahami suatu materi atau konsep matematika yang baru diperlukan pemahaman atau pengetahuan awal serta pemahaman dan penguasaan materi yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gagne (dalam Rokayah, 2006: 18) bahwa, “Konsep dapat dipahami jika komponen-komponen konsep tersebut merupakan konsep yang prasyaratnya telah diketahui”. Lebih lanjut Gagne (dalam Rokayah, 2006: 18) mengatakan bahwa, “Suatu konsep akan menjadi prasyarat untuk menguasai konsep yang lebih tinggi dan konsep yang terakhir ini akan menjadi prasyarat pula untuk memahami konsep yang lebih tinggi lagi dan seterusnya”.
Salah satu penyebab tidak mampunya siswa memahami suatu pokok bahasan matematika adalah siswa tidak mampu menghubungkan antara konsep baru dengan konsep yang telah ia miliki. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan konsep yang telah ada pada diri siswa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Rohayati (dalam Rokayah, 2006: 19) bahwa, “Dalam hubungannya dengan penguasaan konsep matematika yang penting diperhatikan adalah proses terbentuknya konsep-konsep tersebut oleh struktur kognitif”. Tanpa dilandasi pengertian ini, tidak dapat diharapkan konsep tersebut dapat dicerna dengan baik. Kemungkinan yang ada adalah konsep–konsep tersebut diterima begitu saja, sehingga mendapat kesulitan untuk dimanfaatkan pada proses selanjutnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan yang baik terhadap konsep-konsep matematika, baik konsep materi prasyarat maupun konsep materi lanjutan merupakan hal penting yang menentukan prestasi siswa. Mampu tidaknya siswa menguasai konsep-konsep yang ada, tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di samping faktor siswa yang biasa disebut factor internal, dipengaruhi pula oleh faktor-faktor dari lingkungan yang biasa disebut faktor eksternal.
2.      Catatan Tulis Susun
Catatan merupakan bagian dari kegiatan belajar mengajar, sebab setelah guru menerangkan materi, maka siswa pun melanjutkan dengan membuat catatan dalam bukunya masing-masing. Sebuah catatan merupakan suatu usaha untuk menghimbau makna ingatan. Catatan ingin mencoba menangkal ancaman yang dating dari sebuah kelupaan. Tarigan (dalam Rokayah, 2006: 20) mengemukakan bahwa, “Jika kita telah belajar membuat catatan dengan cermat dan teliti, maka kita tidak akan kesulitan dalam penulisan karya yang baik”.
Hal yang sering dialami oleh banyak orang mengenai ingatan adalah dapat mengingat dengan baik apa yang di dengar saat itu, tetapi setelah beberapa lama mungkin saja hal itu sudah terlupakan. Tetapi jika hal tersebut dicatat dan dipelajari lagi/diulangi, maka akan lebih diingat. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh De porter (1999: 146), “Alasan pertama untuk mencatat adalah mencatat meningkatkan daya ingat. Pikiran manusia yang menakjubkan yaitu pikiran anda dapat menyimpan segala sesuatu yang anda lihat, dengar, dan rasakan”.
Dengan anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus, tentu ada siswa yang merasa jenuh menghadapinya. Terkadang seorang siswa yang menyenangi matematika pun memiliki masalah yang dapat mengganggu proses belajarnya di kelas. Akibatnya, mereka akan melamun memikirkan hal-hal di luar pelajaran.
Amstrong (dalam Rokayah, 2006: 21) mengatakan bahwa,
Dalam banyak ruang kelas yang telah dikunjungi, saya sering melihat anak-anak bekerja dengan tenang, terlalu tenang dan hanya kelihatan belajar. Dalam obsesi mereka akan keheningan, para pengurus sekolah, dan banyak orang tua, mungkin akan tertipu mengira bahwa ada banyak pembelajaran serius yang sedang terjadi di semua ruang kelas.

Goodlad (dalam De Porter, 1999: 35) dari hasil penelitiannya terhadap 1000 kelas menyatakan “Nada-nada emosional di dalam kelas-kelas ini tidak bernada keras dan menghukum maupun bernada hangat dan penuh sukacita, mungkin penggambaran yang paling tepat adalah datar”. Perasaan juga dapat mengganggu proses belajar. Ketika suatu permasalahan seorang siswa menyebabkan siswa yang bersangkutan mencapai suatu stress atau iklim eosionalnya terlalu kuat. Seorang guru perlu memusatkan perhatian untuk secara langsung meniadakan stress itu atau menangani sumber konflik emosionalnya tersebut.
Dengan banyaknya rumus-rumus dalam matematika pun mungkin menimbulkan kebingungan tersendiri bagi siswa. Sehingga siswa memerlukan strategi untuk menghadapi ujian yang akan berlangsung.
Metode dan pendekatan pembelajaran yang perlu diterapkan di dunia pendidikan saat ini adalah metode dan pendekatan yang memanfaatkan kemampuan siswa secara keseluruhan tidak sebagian-sebagian, yaitu otak kanan dan kiri, Kastiri (dalam Rokayah, 2006: 21), sebab dari kenyataan yang ada, pembelajaran di sekolah-sekolah pada umumnya masih bersifat monoton. De Porter (1999: 32) menyatakan bahwa otak kiri yang biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat monoton harus diseimbangkan dengan otak kanan yang biasanya berkaitan dengan kreativitas dan keterampilan, karena hal ini dapat menghindarkan siswa dari rasa kejenuhan dalam belajar.
Otak kiri biasanya mengolah informasi-informasi yang bersifat logis dan rasional sudah sering dilatih keahliannya dalam duania pendidikan. Sedangkan otak kanan yang biasa mengolah informasi-informasi yang bersifat acak, tidak teratur dan intuitif belum diperhatikan. Di sekolah setiap siswa dilatih atau dituntut untuk membuat catatan yang ditulis kalimat demi kalimat dan disusun secara berurutan. Proses seperti ini sudah berjalan begiti lama sehingga proses untuk mengatasinya akan sulit.
Catatan tulis susun telah mencoba untuk mengembangkan suatu metode dalam hal pencatatan suatu materi pelajaran, agar siswa dapat menggunakan kemampuan lamunan yang luar biasa, yang mungkin terjadi di dalam kelas untuk memusatkan perhatian pada tugas yang dihadapinya.
Catat tulis susun, yaitu teknik pencatatan yang memudahkan siswa untuk menuliskan materi-materi pelajaran pada kolom “tulis” dan sekaligus menuangkan pemikiran pribadinya, baik ide, pertanyaan, gagasan, maupun pendapatnya mengenai pelajaran yang diberikan pada kolom “susun” (De Porter, 1999: 160). Dalam catat tulis-susun, siswa mencatat baik fakta dari pelajaran atau asosiasi, pikiran, dan perasaan yang menghantarkan mereka ke dalam mentalnya. Dan ciri dari teknik pencatatan ini adalah memudahkan siswa untuk mencatat materi pelajaran atau pembicaraan seseorang dan sekaligus mencatat pemikiran pribadinya.
Penulisan catatan adalah mendengarkan apa yang dibicarakan oleh seorang pembicara atau guru seraya menuliskan poin-poin utamanya. Penyusunan catatan adalah menuliskan pemikiran dan kesan sendiri sambil mendengarkan materi yang sedang disampaikan. Catatan tulis-susun mampu melakukan keduanya sekaligus, mencatat informasi dan tetap mengikuti jalan pemikiran masing-masing.
Menuliskan materi-materi pelajaran, sekaligus menyempatkan diri untuk membuat tulisan mengenai apa yang dipikirkan saat itu dalam satu bidang catatan akan memudahkan mereka untuk tetap mempertahankan pusat perhatian pada pelajaran yang sedang berlangsung. Catatan tulis-susun menerapkan pikiran sadar ataupun bawah sadar kita terhadap materi yang sama dengan cara sadar. De Porter (1999: 160) mengatakan bahwa,
Ketika pikiran sadar kita berpusat pada material dan proses menuangkannya di atas  kertas, pikiran bawah sadar kita bereaksi, membuat kesan, membuat hubungan-hubungan, dan melakukan keseluruhan pekerjaan kurang lebih secara otomatis. Catatan tulis-susun mengkoordinasikan kedua aktivitas mental ini untuk mencapai hasil yang lebih efektif.

Cara pembuatan catatan tulis-susun ini cukup mudah dan sangat efektif. Yang dibutuhkan adalah sebuah buku atau selembar kertas, alat tulis (pulpen atau pensil warna), dan stabile. Langkah-langkah pembuatan catatan tulis-susun sebagai berikut.
a)      Dalam buku atau kertas yang tersedia, kita buat sebuah garis vertical kira-kira sepertiga atau seperempat bagian dari sisi kolom kanan kertas (sehingga terbentuk dua kolom, satu kolom besar dan satu kolom kecil). Kolom kiri merupakan daerah “tulis” catatan dan kolom kanan yang lebih kecil merupakan daerah “susun” catatan.
b)      Pada kolom sebelah kiri, kolom “tulis” siswa menuliskan materi yang disampaikan oleh guru ataupun ada tambahan-tambahan dari pembicaraan teman-temannya yang berkaitan dengan materi pokok bahasan yang sedang dipelajari di kelas tersebut.
c)      Pada kolom sebelah kanan, kolom “susun”, siswa menuliskan pemikiran-pemikiran yang muncul di benaknya. Dapat berupa pendapat, tanggapan, pertanyaan, atau reaksi dari apa yang didengarnya.
d)     Jika ada pergantian topik dilakukan pergantian warna.
e)      Selain warna, simbol-simbol pun dapat digunakan untuk membantu otak menyerap informasi dengan efektif.
Dengan membuat catatan tulis-susun diharapkan akan mempermudah siswa dalam mengingat rumus-rumus serta pembuktiannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan menggunakan catatan tulis-susun ini pun, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan kekreatifan dan keaktifan siswa, serta membantu  untuk menyalurkan keterlibatan emosi mereka.
Catatan tulis susun ini memiliki beberapa manfaat (De porter, 1999: 172) di antaranya adalah:
1)      lebih mudah mengingat suatu objek;
2)      memusatkan perhatian;
3)      meningkatkan pemahaman;

4)      mencatat penilaian tentang topic yang sedang berlangsung.

No comments:

Post a Comment