Tuesday, February 26, 2013

Kemampuan Penalaran



Tim PPPG Matematika (2005: 88) menyatakan bahwa “penalaranadalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulanatau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan padapernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya”.
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yangtidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melaluipenalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajarmateri matematika.Peningkatan kemampuan bernalar para siswa selama prosespembelajaran matematika di kelas menjadi sangat penting danmenentukan keberhasilan mereka dan bangsa ini di masa depan.
Depdiknas (2003: 6) telah menetapkan tujuan pertama pembelajaranmatematika adalah melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Siswa mampu logis, melakukan refleksi (perenungan), sertamenjelaskan dan pembenaran.
Menurut Tim Balai Pustaka (Suratman, 2005: 13), istilah penalaran mengandung tiga pengertian, yaitu:
a.       Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berpikir logis.
b.      Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman.
c.       Proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Menurut Shurter dan Pierce (Yuniarti, 2007: 3), istilah penalaran sebagai terjemahan dan reasoning didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.
Keraf (Yuniarti, 2007: 11) menyatakan bahwa penalaran (reasoning) adalah proses berfikir yag berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual.
Penalaran adalah suatu cara berpikir manusia yang mampu mengaitkan suatu ide dengan pemikiran lain yang tidak hanya ada di matematika tetapi juga dalam ilmu pengetahuan lain dan kehidupan sehari-hari.
Seperti yang diungkapkan oleh Kusumah (Yuliati, 2007: 8) mengungkapkan bahwa penalaran adalah cara berpikir yang memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan  aturan yang telah diakui kebenarannya dengan menggunakan langkah-langkah hingga mencapai suatu kesimpulan.
Penalaran dalam matematika dapat mengembangkan dan mengungkap pandangan seseorang tentang suatu permasalahan. Seorang yang nalarnya tinggi memungkinkan akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu permasalahan bila dibandingkan dengan seorang yang nalarnya rendah.
Penalaran dibutuhkan untuk membangun suatu gagasan dalam matematika atau untuk menunjukan bukti kebenaran dari gagasan tersebut. Semakin sering diasah, maka kemampuan penalaran yang dimiliki akan semakin baik.
Penalaran menjadi penting dalam kehidupan apalagi dalam matematika karena matematika merupakan sesuatu yang dinamis seperti yang diungkapkan oleh Schoenfeld (Rusmini, 2010: 33) bahwa matematika merupakan suatu proses yang aktif dan generatif yang dikerjakan oleh pelaku pengguna matematika. Proses matematika yang aktif tersebut memuat penggunaan alat matematika secara sistematik untuk menemukan pola, kerangka masalah, dan menerapkan proses penalaran.
Hennington dan Stein (Yuliati, 2007: 8-9) menggunakan istilah bernalar untuk berpikir matematis tingkat tinggi yang digambarkan sebagai kegiatan matematika (doing mathematics) yang aktif, dinamis, dan eksploratif. Dinamis yang dimaksud adalah mencari dan menemukan pola untuk memahami struktur dan hubungan matematika, menggunakan sumber dan alat secara efektif dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah, memahami ide matematis, berpikir dan bernalar matematis seperti menggeneralisasi, menggunakan aturan, inferensi, membuat konjektur, memberi alasan, mengkomunikasikan ide matematis, dan menetapkan atau memeriksa masuk akal tidaknya atau benar tidaknya suatu hasil atau jawaban matematika.
Dengan demikian, matematika merupakan sarana untuk melatih berpikir kritis, logis, rasional, dan sistematis. Berdasarkan hal-hal di atas, maka kemampuan penalaran siswa sangat perlu dikembangkan dengan lebih optimal.
Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif  adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Sedangkan penalaran induktif adalah proses penalaran dalam memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris.
Penalaran deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif biasa disebut induksi. Perbedaan antara deduktif dan induktif terletak pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari umum ke khusus, sedangkan induksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke umum. Pada dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa deduksi berhubungan dengan kesahihan argumen, sedangkan induksi berhubungan dengan derajat kemungkinan kebenaran konklusi.
Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya merupakan argumen dari serangkaian proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan keduanya adalah terdapat pada sifat kesimpulan yang diturunkannya.
Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme; sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal. Dari pembagian jenis penalaran deduktif dan induktif tersebut, disini peneliti akan meneliti lebih jauh jenis penalaran induktif yaitu analogi dan generalisasi.
Baroody (Jacob, 2000: 2) mengemukakan bahwa terdapat tiga tipe utama penalaran, yaitu:
a.       Penalaran intuitif merupakan penalaran yang memerlukan suatu pengetahuan siap atau memainkan suatu dugaan.
b.      Penalaran induktif merupakan penalaran yang memerlukan pengamatan tehadap contoh-contoh khusus dan tajam yang menyebabkan suatu pola utama atau aturan.
c.       Penalaran deduktif merupakan suatu konklusi yang perlu diikuti dari apa yang kita ketahui dan kita dapat mampu mengeceknya secara langsung.
Menurut Sumarmo (2010: 6) beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
a.       Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
b.      Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.
c.       Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.
d.      Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
e.       Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur.
Sedangkan beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah:
a.       Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau romus tertentu.
b.       Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
c.       Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dangan induksi matematika.
Menurut Ross (Aryani, 2006: 11-12), indikator penalaran adalah sebagai berikut:
a)      Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan terhadap suatu masalah adalah masuk akal.
b)      Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan penyelidikan dan penelitian.
c)      Meramalkan dan menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai.
d)     Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh yang dapat mendukung atau yang bertolak belakang.
e)      Mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan berpikir deduktif dan induktif.
f)       Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar.
Menurut Baroody (Yuniarti, 2007: 15), terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran, yaitu:
a.       Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalaman sendiri sehingga siswa akan lebih mudah memahaminya;
b.      Siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan bernalarnya sehinggan mendorong mereka untuk melakukan guessing atau dugaan-dugaan. Hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan menghilangkan rasa takut salah ketika siswa diminta menjawab pertanyaan yang diajukan guru;
c.       Membantu siswa untuk memahami nilai balikan yang negatif dalam memutuskan suatu jawaban, artinya bahwa siswa perlu memahami tebakan yang salah, dapat menghilangkan kemungkinan yang pasti dengan berbagai pertimbangan lebih jauh, dan dapat melihat informasi yang sangat bernilai. Siswa juga perlu menghargai bahwa keefektifan dari suatu tebakan tergantung pada banyaknya kemungkinan yang dihilangkan.
d.      Secara khusus, dalam matematika siswa harus memahami bahwa penalaran intuisi, penalaran induktif (dugaan), dan penalaran deduktif (pembuktian logis) memainkan peranan penting. Intuisi merupakan dasar untuk kemampuan tingkat tinggi dalam matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Siswa juga harus dibantu untuk dapat memahami bahwa intuisi diperlukan secara substantif dalam membuat contoh, mengumpulkan data, dan dalam menggunakan logika deduktif. Siswa perlu memahami penemuan pola dari berbagai contoh yang luas, selalu terdapat suatu pengecualian sehingga dapat dijustifikasi suatu pola dan pada akhirnya dapat dibuktikan secara deduktif.
Dalam penelitian ini, indikatir penalaran yang diukur yaitu penalaran intuitif, penalaran induktif, dan penalaran deduktif.
Ciri-ciri penalaran adalah :
1)      adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu;
2)      proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Kemampuan penalaran meliputi:
1)      penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah;
2)      kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi; dan
3)      kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.
Penalaran matematika ini dapat dicapaidengan memperhatikan indikator-indikator sebagai berikut: 
1.      Mengajukan dugaan (konjukture)
2.      Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan.
3.      Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan.
4.      Memeriksa kesahihan suatu argument.
5.      Menemukan pola pada suatu gejala matematis.
6.      Memeberikan alternatif bagi suatu argumen.
Menurut Glade dan Citron (dalam Dahlan, 2004) terdapat enam keterampilan bernalar yang dapat dikembangkan dalam proses mental, antara lain:
1.      Thing-making, pengamatan dan proses identifikasi sesuatu melalui nama sebuah kata, simbol atau bayangan mental. Keterampilan ini didasarkan atas pengembangan vocabulary, penyimpula pada konteks dan semua interaksi komunikasi yang terjadi, karena hal  tersebut tergantung pada referensi kata-kata, pengetahuan dan asosiasi seseorang.
Contoh:
Jika n bilangan genap maka n habis dibagi dua.
n adalah bilangan dua.
Oleh karena itu, n habis dibagi dua.
2.      Qualification, penganalisisan karakteristik sesuatu. Akan lebuh baik kita memahaminya, mencocokannya untu suatu keinginan, membandingkan dan mengkontraskannya dengan yang lain dan mengubah atau mengembangkannya secara kreatif.
Contoh:
Jika suatu bangunan geometri berbentuk persegi panjang, maka terdapat dua panjang sisi yang sejajar.
Suatu bilangan geometri berbentuk persegi panjang.
Oleh karena itu, bangun tersebut mempunyai dua panjang sisi yang sejajar.
3.      Classification, penempatan sesuatu ke dalam kelompok tertentu berdasarkan karakteristik tang mirip. Lebih baik kita mengklasifikasi, lebih baik kita mengatur sebarang kumpulan data dan fakta dari konsep yag umum kemudian manalarnya dengan logika logistik.
Contoh:
Jika suatu bangun geometri beralas a  dan tinggi t mempunyai luas  a t  maka bangun itu adalah segitiga.
Suatu bangun geometri beralas a  dan tinngi t bukan merupakan segitiga.
Oleh karena itu, luasnya tidak sama dengan  a t .
4.      Structure analysis, menganalisis dan menciptakan suatu keterhubungan (relationship). Kelengkapan penganalisisan dan penciptaan bagian-bagian yang ditopang oleh sesuatu komposisi da struktur secara menyeluruh, memunculkan hal-hal yang pokok dan membangun kemampuan penalaran yang spatial.
Contoh: Tautologi
Proposisi majemuk yang selalu benar tanpa ada pengaruh dari kombinasi nilai-nilai kebenaran dari proporsi tunggal yang menjadi anggotanya, disebut tautologi (Soekadijo, 1999).
p ≡ (p ˅ p)
p ≡ (p ˄ p)
¬ (p ˄ ¬ p)
p ˅ ¬ p
5.      Operation analysis, pengurutan sesuatu, hal atau pikiran-pikiran kedalam urutan secara logis. Lebih logis kita mengurutkan sesuatu, lebih baik kita memahami sederetan dari semua tipe, mengikuti langkah-langkah sebarang proses, mengidentifikasi hubungan sebab akibat dan membuat rencana serta prediksinya.
Contoh:
Premis: semua bilangan prima adalah bilangan asli
             2 adalah bilangan prima
Kesimpulan: 2 adalah bilangan asli.
6.      Seeing Analogies, pengenalan hubungan-hubungan yang sama. Keterampilan ini merupakan aplikasi dari informasi yang dihasilkan oleh semua keterampilan berpikir yang lain. Keterampilan ini merupakan dasar untuk pemberian wawasan dalam pemecahan masalah ketika kita mengingat masalah yang sama, sebagai metaphor yang lengkap ketika kita ingat gambaran yang sejenis dan untuk memahami konsep ratio dan perbandingan pada matematika.
Contoh:
 p → q                         ¬ p ˅  p
 p                                 p
jadi, q                          jadi, q

Aspek penalaran :
1.      Kemampuan mengajukan dugaan.
Contoh: Bila siswa diberi pernyataan secara lisan atau tertulis berikut ini, maka siswa mampu menjawabnya.
Maksimal berat yang mampu diangkut oleh suatu mobil angkutan adalah 36 karung beras. Berat setiap karung beras 47,50 kg. Pada kesempatan lain mobil angkutan tersebut mengangkut beberapa karung gula pasir 30 kg.
Pertanyaan: berapa karung gula pasir yang mampu diangkut oleh truk itu? Lebih darii 50 karung atau kurang dari 50 karung? Mengapa?
Untuk menjawab soal seperti di atas siswa tidak perlu menghitung banyaknya karung gula secara detail. Sswa cukup memberi jawaban ‘lebih dari 50 karung gula’ atau ‘kurang dari 50 karung gula’ dan memberi alasan. Alasannya diharapkan singkat, misalnya: ‘Berat satu karung beras lebih dari 1,5 karung gula. Padahal beras yang dimuat 36 karung. Ini berarti banyaknya karung gula lebih dari 50 karung karena 1,5 kali 36 karung sudah lebih dari 50’.
2.      Kemampuan manipulasi matematika
Memanipulasi adalah mengatur (mengerjakan) dengan cara yang pandai sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki (KKBI, Balai Pustaka, 1991)
Contoh: Siswa diberi PLSV: n + 5 > - 4, maka siswa mampu memanipulasi variabel n untuk menunjukkan pernyataan yang benar dan pernyataan yang salah.
3.   Kemampuan menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi.
Contoh: Siswa mampu menunjukkan lewat penyelidikan (dengan pengukuran sudut melalui busur derajad) bahwa besarnya sudut dalam bersebrangan, bertolak belakang, sehadap adalah sama besar, sedang dua sudut dalam sepihak jumlahnya 180 derajad.
4.      Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.
Contoh: Siswa diberi pernyataan: “Tepat dua tahun yang lalu umur Amir dua kali umur Dewi. Sekarang umur Amir 8 tahun. Orang tua Dewi mempunyai kebiasaan menimbang berat badan semua anak-anaknya yang masih balita ke posyandu?” Siswa mampu menjawab pertanyaan dengan cara mencari umur Dewi sekarang dan membuat kesimpulan terkait dengan kebiasaan orang tua Dewi.
5.      Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen.
Contoh: Siswa mampu menyelidiki benar tidaknya argumen. Contoh argumen: ‘Besar suatu sudut lancip sama dengan selisih dari pelurusnya dengan dua kali penyikunya’.
6.      Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Contoh: Siswa mampu menemukan bahwa hasil kali dua bilangan negatif selalu berupa bilangan positif melalui suatu pola.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penalaran merupakan proses berpikir dalam rangka mengambil suatu kesimpulan. Oleh karena itu menilai kemampuan penalaran siswa berarti menilai proses berpikir siswa dalam mengambil suatu kesimpulan. Proses berpikir siswa tidak dapat secara langsung tertangkap oleh panca indera penilai. Proses berpikir siswa akan dapat tertangkap panca indera penilai bila siswa mengkomunikasikannya, baik secara lisan maupun tertulis.

No comments:

Post a Comment