Blanchard (2001: 1), Berns dan Erickson (2001: 2) mengemukakan bahwa:
Contextual teaching and learning is a
conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter
content to real world situastions; and motivates students to make connection
between knowledge and its aplications to their lives as family members,
citizens, and workers, and engage in hard work that learning requires.
Dengan demikian pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengentahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, pekerja. Sementara itu Hull’s dan Sounders (1996: 3) menjelaskan:
In a contextual teaching and learning
(CTL), student discover meaningful relationship between abstract ideas and
practical applications in a real world context. Students internalize concepts
through discovery, reinforcement, and interrelationship. CTL creates a team,
whenther in the classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL
encourages educators to design learning environments that sincorporate many
forms of experience to achieve the desired outcomes.
Hal ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, siswa
menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis
di dalam konteks dunia nyata. Siswa meninternalisasi konsep melalui penemuan,
penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam
tim, baik di kelas, laboratorium, tempat bekerja maupun bank. Pembelajaran
kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan
beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Selanjutnya
Jhonson (2002: 24) mendefinisikan: “ Contekstual
teaching and learning enables student to connect the content of academic
subject with the immediate context of their daily lives to discever meaning”.
Hal ini berarti pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi
dengan konteks kehidupan sehari- hari.
Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran kontekstual tersebut, maka
pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara dengan tujuan
menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Jhonson (2002: 24) mengidentifikasi delapan karakteristik CTL, yaitu:
a. Making
meaningful connections
(membuat hubungan penuh makna) Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang
yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang
dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar
sambil berbuat (learning by doing).
b. Doing
significant work
(melakukan kerja penting)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah
dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.
c. Self-regulated
learning (belajar mengatur sendiri) Siswa melakukan
pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/ hasilnya nyata.
d. Collaborating (kerja
sama). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif
dalam kelompok, memebantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi
dan saling berkomunikasi.
e.
Critical and creative thingking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa dapat
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat
menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan
logika.
f. Nurturing
the individual (memelihara individu)
Siswa memelihara
pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi,
motivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa
tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g. Reaching
high standards
(mencapai standar tinggi)
h. Using
authentic assessment (
penggunaan nilai )
Siswa
mengenal dan mancapai dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi yujuan
dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara
mencapai apa yang di sebut”exelence”.
i. Using
authentic asessmen
(mengadakan asesmenautentik)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam
kontek dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya , siswa boleh
menggambarkan dunia nyata.
Souders (1999: 5-10) menjelaskan bahwa pembelajaran
konstektual di fokuskan pada REACT (Relating:
belajar dalam kontek pengalaman hidup; Experiencing:
belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying:
belajar ketika pengetahuan di perkenalkan dalam konteks penggunaanya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi
interpersonal dan saling berbagi; Transfering:
belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru.
Penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah
sebagai berikut;
a.
Keterkaitan,
relevansi (relating), proses
pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prequisite knowledge) yang telah ada
pada diri siwa (relevansi antar faktor internal seperti bekal penhgetahuan,
keterampilan, bakat, minat dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan
pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konstek pengalaman dalam
kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.
b.
pengalaman
langsung (Experiencinng). Dalam
proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui
kegiatan ekapolasi, penemuan (discovery),
inventori, investigasi,dan se bagainya . Experiencing
di pandang sebagai jantung pembelajaran konstektual. Proses pembelajaran akan
berlangsung cepat jika siswa di beri kesempatan untuk memanipulasi peralatan,
memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan
penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat
bagi penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca
dan menelaah buku teks, dan sebagainya.
c.
aplikasi
(applying). Menerapkan fakta ,
konsef, prinsif, dan prosedur yang di Aplikasi pelajari dalam situasi dan
konteks yang lain merupakan pembelajaran
tingkat tinggi, lebih dari sekadar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan
materi yang telah di pelajari untuk di terapkan atau di gunakan pada situasi
lain yang berbeda merupakan penggunaan
(use) fakta konsep, prinsip atau prosedur atau” pencapaian tujuan pembelajaran
dalam bentuk menggunakan (use)” (Reigeluth dan Merril,1987:17).
d.
kerja
sama (cooperating). Kerja sama dalam
konteks saling tukar pikiran,
mengajukann dan menjawab pertanyan,
komunikasi interaktif antar sesama
siswa, antar siswa dengan guru, antar siswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas
bersama merupakan strategi pembelajaran pokok
dalam pembelajaran kontekstual.pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan
tugas akan lebih berhasil jika di lakukan secara bersama- sama atau kerja sama
dalam bentuk tim kerja.
e.
alih
pengetahuan (Transferirng). Pembelajaran
kontekstual menekankan pada kemampuan siswa
untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah di miliki pada situasi lain.
Dengan kata lain, pengetahuan keterampilan yang telah dimiliki tidak sekadar
untuk di hafal, tetapi dapat di gunakan
atau di aihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan
materi yang telah di pelajari untuk memecahkan masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif
(Gagne,1998:19) atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)”(Reigeluth dan Merril,1978:17).
Sementara itu, tujuh komponen pendekatan kontekstual adalah sebagai
berikut.
1.
Kontruktivisme
Salah satu landasan teoretik modern termasuk pendekatan kontekstual
adalah teori konstruksivis. Pendakatan ini pada dasarnya menekankan pebtingnya
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam
proses belajar mengajar dan tujuan pembelajaran konstruksivis adalah sebagai
berikut:
a)
Membangun
pemahaman mereka sendiri bagi pengalaman baru berdasar pengetahuan awal.
b) Pemeblajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan
2.
Inkuiri
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri guru
haru merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan yang menemukan, apapun
materi yang diajarkan siklus inkuri terdiri dari:
a. Proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman
b. Siswa belajar menggunakan keterampilan
berpikir kritis
c. Observasi
d. Mengajukan dugaan
e. Bertanya
f. Mengumpulkan data
g. Menyimpulkan
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah:
1)
merumuskan
masalah;
2)
mengamati
atau melakukan observasi;
3)
menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya
lainnya;
4)
mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien
lainnya;
3.
Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”.
Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan kegiatan
penting dalam pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk:
a)
kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa
b)
bagi
siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inkuri
c)
mengecek
pemahaman siswa
d) membangkitkan respon pada siswa
e)
menyegarkan
kembali pengetahuan siswa
f)
mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa
4 Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Pada konsep learning community menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hasil
belajar yang diperoleh harus mengedepankan masa depan anak agar bisa bersaing
di dalam masyarakat, kalaupun setiap orang mau belajar dari orang lain, maka
setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang
akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman, karena pembelajaran dengan
teknik belajar kelompok ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas dan
setiap pembelajar terikat dengan
lingkungan, juga masyarakat seperti contoh di bawah ini:
a)
sekelompok
orang yang kebanyakan terikat dalam kegiatan belajar
b)
bekerja
sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar
c)
tukar
pengalaman
d) berbagi ide
4.
Pemodelan
Pada sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya. Misalnya guru memodelkan langkah-langkah
cara menggunakan neraca dan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas
tertentu. Model dapat juga di datangkan dari luar yang ahli di bidangnya,
misalnya mendatangkan seorang guru lain
untuk memodelkan cara menggunakan bahan ajar.
5.
Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang dipelajarinya sebagai pengetahuan yang baru, yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru di terima seperti
contoh di bawah ini:
a) Cara
berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
b) Mencatat apa yang telah dipelajari
c) Pernyataan langsung tentang apa yang di
peroleh hari itu
d) Diskusi kelompok
6.
Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessmennt)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan pembelajaran siswa perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Karena assessment menekankan proses pembelajaran
maka data yang diperoleh dari kegiatan
nyat yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, pengumpulan
data yang demikian merupakan penilaian autentik.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang di
peroleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang
lain. Karakteristik penilaian autentik:
- mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
- penilaian produk (kinerja)
- tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
- berkesinambungan
- dapat digunakan sebagai umpan balik
- bisa digunakan sebagai tes formatif maupun
sumatif
- terintegrasi
No comments:
Post a Comment