Tim PPPG Matematika (2005: 88) menyatakan bahwa “penalaranadalah
suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulanatau membuat
pernyataan baru yang benar berdasarkan padapernyataan yang telah dibuktikan
(diasumsikan) kebenarannya”.
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal
yangtidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melaluipenalaran
dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajarmateri
matematika.Peningkatan kemampuan bernalar para siswa selama prosespembelajaran
matematika di kelas menjadi sangat penting danmenentukan keberhasilan mereka
dan bangsa ini di masa depan.
Depdiknas (2003: 6) telah menetapkan tujuan pertama
pembelajaranmatematika adalah melatih cara berfikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan.
Siswa mampu logis, melakukan refleksi (perenungan),
sertamenjelaskan dan pembenaran.
Menurut Tim Balai Pustaka (Suratman, 2005: 13),
istilah penalaran mengandung tiga pengertian, yaitu:
a. Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran, atau cara
berpikir logis.
b. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu
dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman.
c. Proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip.
Menurut Shurter dan Pierce (Yuniarti, 2007: 3),
istilah penalaran sebagai terjemahan dan reasoning
didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan
sumber yang relevan.
Keraf (Yuniarti, 2007: 11) menyatakan bahwa
penalaran (reasoning) adalah proses
berfikir yag berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi
yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum
dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya,
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual.
Penalaran adalah suatu cara berpikir manusia yang
mampu mengaitkan suatu ide dengan pemikiran lain yang tidak hanya ada di
matematika tetapi juga dalam ilmu pengetahuan lain dan kehidupan sehari-hari.
Seperti yang diungkapkan oleh Kusumah (Yuliati,
2007: 8) mengungkapkan bahwa penalaran adalah cara berpikir yang memperlihatkan
hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan aturan yang telah diakui kebenarannya dengan
menggunakan langkah-langkah hingga mencapai suatu kesimpulan.
Penalaran dalam matematika dapat mengembangkan dan
mengungkap pandangan seseorang tentang suatu permasalahan. Seorang yang
nalarnya tinggi memungkinkan akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap
suatu permasalahan bila dibandingkan dengan seorang yang nalarnya rendah.
Penalaran dibutuhkan untuk membangun suatu gagasan
dalam matematika atau untuk menunjukan bukti kebenaran dari gagasan tersebut.
Semakin sering diasah, maka kemampuan penalaran yang dimiliki akan semakin
baik.
Penalaran menjadi penting dalam kehidupan apalagi
dalam matematika karena matematika merupakan sesuatu yang dinamis seperti yang
diungkapkan oleh Schoenfeld (Rusmini, 2010: 33) bahwa matematika merupakan
suatu proses yang aktif dan generatif yang dikerjakan oleh pelaku pengguna
matematika. Proses matematika yang aktif tersebut memuat penggunaan alat
matematika secara sistematik untuk menemukan pola, kerangka masalah, dan
menerapkan proses penalaran.
Hennington dan Stein (Yuliati, 2007: 8-9)
menggunakan istilah bernalar untuk berpikir matematis tingkat tinggi yang
digambarkan sebagai kegiatan matematika (doing mathematics) yang aktif,
dinamis, dan eksploratif. Dinamis yang dimaksud adalah mencari dan menemukan
pola untuk memahami struktur dan hubungan matematika, menggunakan sumber dan
alat secara efektif dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah, memahami ide
matematis, berpikir dan bernalar matematis seperti menggeneralisasi,
menggunakan aturan, inferensi, membuat konjektur, memberi alasan,
mengkomunikasikan ide matematis, dan menetapkan atau memeriksa masuk akal
tidaknya atau benar tidaknya suatu hasil atau jawaban matematika.
Dengan demikian, matematika merupakan sarana untuk
melatih berpikir kritis, logis, rasional, dan sistematis. Berdasarkan hal-hal
di atas, maka kemampuan penalaran siswa sangat perlu dikembangkan dengan lebih
optimal.
Dilihat
dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran
induktif. Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang konklusinya
diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Sedangkan penalaran induktif
adalah proses penalaran dalam memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada
data empiris.
Penalaran
deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif biasa disebut
induksi. Perbedaan antara deduktif dan induktif terletak pada sifat kesimpulan
yang diturunkannya. Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari umum ke
khusus, sedangkan induksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke
umum. Pada dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa
deduksi berhubungan dengan kesahihan argumen, sedangkan induksi berhubungan
dengan derajat kemungkinan kebenaran konklusi.
Penalaran
deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya merupakan argumen dari
serangkaian proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis
dan kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan keduanya adalah terdapat pada
sifat kesimpulan yang diturunkannya.
Penalaran
deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme;
sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan
hubungan kausal. Dari pembagian jenis penalaran deduktif dan induktif tersebut,
disini peneliti akan meneliti lebih jauh jenis penalaran induktif yaitu analogi
dan generalisasi.
Baroody (Jacob, 2000: 2) mengemukakan bahwa
terdapat tiga tipe utama penalaran, yaitu:
a. Penalaran intuitif merupakan penalaran yang
memerlukan suatu pengetahuan siap atau memainkan suatu dugaan.
b. Penalaran induktif merupakan penalaran yang
memerlukan pengamatan tehadap contoh-contoh khusus dan tajam yang menyebabkan
suatu pola utama atau aturan.
c. Penalaran deduktif merupakan suatu konklusi yang
perlu diikuti dari apa yang kita ketahui dan kita dapat mampu mengeceknya
secara langsung.
Menurut Sumarmo (2010: 6) beberapa kegiatan yang
tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
a. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus
atau sifat khusus yang satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
b. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan
keserupaan data atau proses.
c. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum
berdasarkan sejumlah data yang teramati.
d. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan:
interpolasi dan ekstrapolasi memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat,
hubungan, atau pola yang ada.
e. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis
situasi, dan menyusun konjektur.
Sedangkan beberapa kegiatan yang tergolong pada
penalaran deduktif di antaranya adalah:
a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau
romus tertentu.
b. Menarik
kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen,
membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak
langsung dan pembuktian dangan induksi matematika.
Menurut Ross (Aryani, 2006: 11-12), indikator
penalaran adalah sebagai berikut:
a) Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau
pendekatan terhadap suatu masalah adalah masuk akal.
b) Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum
berdasarkan penyelidikan dan penelitian.
c) Meramalkan dan menggambarkan kesimpulan atau
putusan dari informasi yang sesuai.
d) Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan
contoh yang dapat mendukung atau yang bertolak belakang.
e) Mempertimbangkan validitas dari argumen yang
menggunakan berpikir deduktif dan induktif.
f) Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan
mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar.
Menurut Baroody (Yuniarti, 2007: 15), terdapat
beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran, yaitu:
a. Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan
keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan
pengalaman sendiri sehingga siswa akan lebih mudah memahaminya;
b. Siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan
bernalarnya sehinggan mendorong mereka untuk melakukan guessing atau dugaan-dugaan. Hal ini akan menimbulkan rasa percaya
diri dan menghilangkan rasa takut salah ketika siswa diminta menjawab
pertanyaan yang diajukan guru;
c. Membantu siswa untuk memahami nilai balikan yang
negatif dalam memutuskan suatu jawaban, artinya bahwa siswa perlu memahami
tebakan yang salah, dapat menghilangkan kemungkinan yang pasti dengan berbagai
pertimbangan lebih jauh, dan dapat melihat informasi yang sangat bernilai.
Siswa juga perlu menghargai bahwa keefektifan dari suatu tebakan tergantung
pada banyaknya kemungkinan yang dihilangkan.
d. Secara khusus, dalam matematika siswa harus
memahami bahwa penalaran intuisi, penalaran induktif (dugaan), dan penalaran deduktif
(pembuktian logis) memainkan peranan penting. Intuisi merupakan dasar untuk
kemampuan tingkat tinggi dalam matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Siswa
juga harus dibantu untuk dapat memahami bahwa intuisi diperlukan secara
substantif dalam membuat contoh, mengumpulkan data, dan dalam menggunakan
logika deduktif. Siswa perlu memahami penemuan pola dari berbagai contoh yang
luas, selalu terdapat suatu pengecualian sehingga dapat dijustifikasi suatu
pola dan pada akhirnya dapat dibuktikan secara deduktif.
Dalam penelitian ini, indikatir penalaran yang
diukur yaitu penalaran intuitif, penalaran induktif, dan penalaran deduktif.
Ciri-ciri penalaran adalah :
1) adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis.
Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau
menurut logika tertentu;
2) proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu
kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir
yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan.
Kemampuan penalaran meliputi:
1)
penalaran umum yang berhubungan
dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah;
2)
kemampuan yang berhubungan
dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan
dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi; dan
3)
kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan
antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh
benda-benda atau ide-ide lain.
Penalaran matematika ini dapat
dicapaidengan memperhatikan indikator-indikator sebagai berikut:
1.
Mengajukan dugaan (konjukture)
2.
Memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran suatu pernyataan.
3.
Menarik kesimpulan dari suatu
pernyataan.
4.
Memeriksa kesahihan suatu
argument.
5.
Menemukan pola pada suatu
gejala matematis.
6.
Memeberikan alternatif bagi
suatu argumen.
Menurut Glade dan Citron (dalam Dahlan, 2004)
terdapat enam keterampilan bernalar yang dapat dikembangkan dalam proses
mental, antara lain:
1. Thing-making, pengamatan dan proses identifikasi sesuatu
melalui nama sebuah kata, simbol atau bayangan mental. Keterampilan ini
didasarkan atas pengembangan vocabulary, penyimpula pada konteks dan semua
interaksi komunikasi yang terjadi, karena hal
tersebut tergantung pada referensi kata-kata, pengetahuan dan asosiasi
seseorang.
Contoh:
Jika
n bilangan genap maka n habis dibagi dua.
n
adalah bilangan dua.
Oleh
karena itu, n habis dibagi dua.
2. Qualification, penganalisisan karakteristik sesuatu. Akan lebuh
baik kita memahaminya, mencocokannya untu suatu keinginan, membandingkan dan
mengkontraskannya dengan yang lain dan mengubah atau mengembangkannya secara
kreatif.
Contoh:
Jika
suatu bangunan geometri berbentuk persegi panjang, maka terdapat dua panjang
sisi yang sejajar.
Suatu
bilangan geometri berbentuk persegi panjang.
Oleh
karena itu, bangun tersebut mempunyai dua panjang sisi yang sejajar.
3. Classification, penempatan sesuatu ke dalam kelompok tertentu
berdasarkan karakteristik tang mirip. Lebih baik kita mengklasifikasi, lebih
baik kita mengatur sebarang kumpulan data dan fakta dari konsep yag umum
kemudian manalarnya dengan logika logistik.
Contoh:
Jika
suatu bangun geometri beralas a dan tinggi t mempunyai luas
a t maka
bangun itu adalah segitiga.
Suatu
bangun geometri beralas a dan tinngi t bukan merupakan segitiga.
Oleh
karena itu, luasnya tidak sama dengan
a t .
4. Structure
analysis, menganalisis dan
menciptakan suatu keterhubungan (relationship).
Kelengkapan penganalisisan dan penciptaan bagian-bagian yang ditopang oleh
sesuatu komposisi da struktur secara menyeluruh, memunculkan hal-hal yang pokok
dan membangun kemampuan penalaran yang spatial.
Contoh:
Tautologi
Proposisi
majemuk yang selalu benar tanpa ada pengaruh dari kombinasi nilai-nilai
kebenaran dari proporsi tunggal yang menjadi anggotanya, disebut tautologi
(Soekadijo, 1999).
p ≡ (p ˅ p)
p ≡ (p ˄ p)
¬ (p ˄ ¬ p)
p ˅ ¬ p
5. Operation
analysis, pengurutan sesuatu, hal
atau pikiran-pikiran kedalam urutan secara logis. Lebih logis kita mengurutkan
sesuatu, lebih baik kita memahami sederetan dari semua tipe, mengikuti
langkah-langkah sebarang proses, mengidentifikasi hubungan sebab akibat dan
membuat rencana serta prediksinya.
Contoh:
Premis:
semua bilangan prima adalah bilangan asli
2 adalah bilangan prima
Kesimpulan:
2 adalah bilangan asli.
6. Seeing
Analogies, pengenalan
hubungan-hubungan yang sama. Keterampilan ini merupakan aplikasi dari informasi
yang dihasilkan oleh semua keterampilan berpikir yang lain. Keterampilan ini
merupakan dasar untuk pemberian wawasan dalam pemecahan masalah ketika kita
mengingat masalah yang sama, sebagai metaphor yang lengkap ketika kita ingat
gambaran yang sejenis dan untuk memahami konsep ratio dan perbandingan pada
matematika.
Contoh:
p → q ¬ p ˅ p
p ≡ p
jadi, q jadi,
q
Aspek penalaran :
1. Kemampuan
mengajukan dugaan.
Contoh: Bila siswa diberi pernyataan secara lisan
atau tertulis berikut ini, maka siswa mampu menjawabnya.
Maksimal
berat yang mampu diangkut oleh suatu mobil angkutan adalah 36 karung beras.
Berat setiap karung beras 47,50 kg. Pada kesempatan lain mobil angkutan
tersebut mengangkut beberapa karung gula pasir 30 kg.
Pertanyaan: berapa karung gula pasir yang
mampu diangkut oleh truk itu? Lebih darii 50 karung atau kurang dari 50 karung?
Mengapa?
Untuk menjawab soal seperti di atas siswa tidak
perlu menghitung banyaknya karung gula secara detail. Sswa cukup memberi
jawaban ‘lebih dari 50 karung gula’ atau ‘kurang dari 50 karung gula’ dan
memberi alasan. Alasannya diharapkan singkat, misalnya: ‘Berat satu karung beras lebih dari 1,5 karung gula. Padahal beras yang
dimuat 36 karung. Ini berarti banyaknya karung gula lebih dari 50 karung karena
1,5 kali 36 karung sudah lebih dari 50’.
2. Kemampuan
manipulasi matematika
Memanipulasi adalah mengatur (mengerjakan) dengan
cara yang pandai sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki (KKBI, Balai
Pustaka, 1991)
Contoh: Siswa diberi PLSV: n + 5 > - 4, maka siswa mampu memanipulasi variabel n untuk
menunjukkan pernyataan yang benar dan pernyataan
yang salah.
3. Kemampuan
menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
Contoh: Siswa mampu menunjukkan lewat penyelidikan
(dengan pengukuran sudut melalui busur derajad) bahwa besarnya sudut dalam bersebrangan,
bertolak belakang, sehadap adalah sama besar, sedang dua sudut dalam sepihak
jumlahnya 180 derajad.
4. Kemampuan
menarik kesimpulan dari pernyataan.
Contoh: Siswa diberi pernyataan: “Tepat dua tahun yang lalu umur Amir dua
kali umur Dewi. Sekarang umur Amir 8 tahun. Orang tua Dewi mempunyai kebiasaan
menimbang berat badan semua anak-anaknya yang masih balita ke posyandu?” Siswa
mampu menjawab pertanyaan dengan cara mencari umur Dewi sekarang dan membuat
kesimpulan terkait dengan kebiasaan orang tua Dewi.
5. Kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argumen.
Contoh: Siswa mampu menyelidiki benar tidaknya
argumen. Contoh argumen: ‘Besar suatu
sudut lancip sama dengan selisih dari pelurusnya dengan dua kali penyikunya’.
6. Kemampuan
menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Contoh: Siswa mampu menemukan bahwa hasil kali dua
bilangan negatif selalu berupa bilangan positif melalui suatu pola.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penalaran merupakan proses
berpikir dalam rangka mengambil suatu kesimpulan. Oleh karena itu menilai
kemampuan penalaran siswa berarti menilai proses berpikir siswa dalam mengambil
suatu kesimpulan. Proses berpikir siswa tidak dapat secara langsung tertangkap
oleh panca indera penilai. Proses berpikir siswa akan dapat tertangkap panca
indera penilai bila siswa mengkomunikasikannya, baik secara lisan maupun
tertulis.
No comments:
Post a Comment