Thursday, May 23, 2013

Pendekatan Kontekstual (CTL,Contextual Teaching and Learning)


Blanchard (2001: 1), Berns dan Erickson (2001: 2) mengemukakan bahwa:
       Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situastions; and motivates students to make connection between knowledge and its aplications to their lives as family members, citizens, and workers, and engage in hard work that learning requires.


Dengan demikian pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengentahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, pekerja. Sementara itu Hull’s dan Sounders (1996: 3) menjelaskan:
       In a contextual teaching and learning (CTL), student discover meaningful relationship between abstract ideas and practical applications in a real world context. Students internalize concepts through discovery, reinforcement, and interrelationship. CTL creates a team, whenther in the classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL encourages educators to design learning environments that sincorporate many forms of experience to achieve the desired outcomes.

Hal ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa meninternalisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam tim, baik di kelas, laboratorium, tempat bekerja maupun bank. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Selanjutnya Jhonson (2002: 24) mendefinisikan: “ Contekstual teaching and learning enables student to connect the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discever meaning”. Hal ini berarti pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari- hari.
Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran kontekstual tersebut, maka pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara dengan tujuan menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Jhonson (2002: 24) mengidentifikasi delapan karakteristik CTL, yaitu:
a.    Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna) Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
b.    Doing significant work (melakukan kerja penting)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.
c.    Self-regulated learning  (belajar mengatur sendiri) Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/ hasilnya nyata.
d.   Collaborating  (kerja sama). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, memebantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e.    Critical and creative thingking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.
f.     Nurturing the individual (memelihara individu)
Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, motivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g.    Reaching high standards (mencapai standar tinggi)
h.    Using authentic assessment ( penggunaan nilai )
Siswa mengenal dan mancapai dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi yujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang di sebut”exelence”.
i.      Using authentic asessmen (mengadakan asesmenautentik)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam kontek dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya , siswa boleh menggambarkan dunia nyata.
Souders (1999: 5-10) menjelaskan bahwa pembelajaran konstektual di fokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam kontek pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan;  Applying: belajar ketika pengetahuan di perkenalkan dalam konteks penggunaanya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut;
a.         Keterkaitan, relevansi (relating), proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prequisite knowledge) yang telah ada pada diri siwa (relevansi antar faktor internal seperti bekal penhgetahuan, keterampilan, bakat, minat dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konstek pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.
b.        pengalaman langsung (Experiencinng). Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan ekapolasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi,dan se bagainya . Experiencing di pandang sebagai jantung pembelajaran konstektual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa di beri kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat bagi penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca dan menelaah buku teks, dan sebagainya.
c.         aplikasi (applying). Menerapkan fakta , konsef, prinsif, dan prosedur yang di Aplikasi pelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan  pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekadar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah di pelajari untuk di terapkan atau di gunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan  penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau prosedur atau” pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan (use)” (Reigeluth dan Merril,1987:17).
d.        kerja sama (cooperating). Kerja sama dalam konteks  saling tukar pikiran, mengajukann dan menjawab  pertanyan, komunikasi interaktif  antar sesama siswa, antar siswa dengan guru, antar siswa dengan nara sumber,  memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi  pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.pengalaman bekerja sama tidak hanya  membantu siswa belajar menguasai  materi pembelajaran,  tetapi juga sekaligus memberikan wawasan  pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan tugas akan lebih berhasil jika di lakukan secara bersama- sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.
e.         alih pengetahuan (Transferirng). Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa  untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan  sikap yang telah di miliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan keterampilan yang telah dimiliki tidak sekadar untuk di hafal, tetapi  dapat di gunakan atau di aihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah di pelajari untuk memecahkan masalah baru  merupakan penguasaan strategi kognitif (Gagne,1998:19) atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)”(Reigeluth dan Merril,1978:17).
Sementara itu, tujuh komponen pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.
1.        Kontruktivisme
Salah satu landasan teoretik modern termasuk pendekatan kontekstual adalah teori konstruksivis. Pendakatan ini pada dasarnya menekankan pebtingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar dan tujuan pembelajaran konstruksivis adalah sebagai berikut:
a)        Membangun pemahaman mereka sendiri bagi pengalaman baru berdasar pengetahuan awal.
b)      Pemeblajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan
2.        Inkuiri
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri guru haru merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan yang menemukan, apapun materi yang diajarkan siklus inkuri terdiri dari:
a.       Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
b.      Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c.       Observasi
d.      Mengajukan dugaan
e.       Bertanya
f.       Mengumpulkan data
g.      Menyimpulkan
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah:
1)        merumuskan masalah;
2)        mengamati atau melakukan observasi;
3)        menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya;
4)        mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya;
3.        Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”. Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a)        kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa
b)        bagi siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inkuri
c)        mengecek pemahaman siswa
d)       membangkitkan respon pada siswa
e)        menyegarkan kembali pengetahuan siswa
f)         mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
4     Masyarakat Belajar (Learning Community)
Pada konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh harus mengedepankan masa depan anak agar bisa bersaing di dalam masyarakat, kalaupun setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman, karena pembelajaran dengan teknik belajar kelompok ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas dan setiap pembelajar  terikat dengan lingkungan, juga masyarakat seperti contoh di bawah ini:
a)        sekelompok orang yang kebanyakan terikat dalam kegiatan belajar
b)        bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar
c)        tukar pengalaman
d)       berbagi ide

4.        Pemodelan
Pada sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya. Misalnya guru memodelkan langkah-langkah cara menggunakan neraca dan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas tertentu. Model dapat juga di datangkan dari luar yang ahli di bidangnya, misalnya  mendatangkan seorang guru lain untuk memodelkan cara menggunakan bahan ajar.
5.        Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang dipelajarinya sebagai pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru di terima seperti contoh di bawah ini:
a)     Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
b)      Mencatat apa yang telah dipelajari
c)      Pernyataan langsung tentang apa yang di peroleh hari itu
d)     Diskusi kelompok
6.      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessmennt)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan pembelajaran siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Karena assessment menekankan proses pembelajaran maka data yang diperoleh  dari kegiatan nyat yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, pengumpulan data yang demikian merupakan penilaian autentik.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang di peroleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain. Karakteristik penilaian autentik:
-       mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
-       penilaian produk (kinerja)
-       tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
-       berkesinambungan
-       dapat digunakan sebagai umpan balik
-       bisa digunakan sebagai tes formatif maupun sumatif
-       terintegrasi

 

No comments:

Post a Comment